Cerita Dewasa Mas Risky Terlalu dengan Sex
Cerita Dewasa Mas Risky Terlalu dengan Sex
Cerita Dewasa Mas Risky Terlalu dengan Sex |
DominoQQ-Cerita Dewasa-Ini ceritaku pertama kalinya dan aku tulis sesuai kemampuanku dimana jika ada tulisan kurang bagus mohon dimaklumi, karena aku tak jago untuk mengolah kata, oya perkenalkan namaku Nina sehabis sekolah SMA aku di lamar oleh pria yang masih ada kaitannya dengan saudara, panggil saja Mas Risky dia berasal dari orang kaya, sudah lama aku juga naksir kepadanya.
Maka waktu aku dilamar, walaupun masih sangat muda, aku sih mau saja. Kupikir walaupun sekolah terus, toh nanti juga akan di rumah mengurus keluarga, karena Mas Risky tidak mengizinkan aku bekerja. Kasihan anak-anak katanya.
Tentu saja yang paling
penting, bagaimana setelah kami dikawinkan dan mengarungi hidup ini bersama Mas
Risky.
Beberapa bulan sebelum
perkawinan kami, dalam masa pacaranku yang singkat, aku mendapatkan pengalaman
mengenai penis laki-laki. Pada hari libur aku dan Mas Risky sering berpergian
berdua dengan sepeda motor.
Tetapi pacaran kami
yang nyerempet-nyerempet bahaya justru terjadi di rumah Mas Risky. Ciuman
pertama berlangsung di gedung bioskop, waktu nonton berdua. Itupun belum dapat
dinikmati betul. Tapi karena pertama kali rasanya luar biasa.
Kalau untuk ukuran
jaman sekarang, ciuman di bioskop itu rasanya lucu dan hambar. Kurang nafsu.
Setelah menjadi suami istri aku sering diledek oleh suamiku mengingat ciuman di
bioskop itu. Pertama kali aku melihat kemaluan laki-laki adalah punya Mas Risky.
Hal itu terjadi waktu aku hanya berdua di rumah Mas Risky.
Kami berdua ditinggal
kondangan oleh orang tua Mas Risky. Kami berciuman sepuasnya dan Mas Risky
meremas-remas buah dadaku dengan penuh nafsu. Karena nafsu semakin naik, Mas Risky
sampai merogoh kemaluanku. Aduh rasanya takut-takut nikmat. Celana dalamku
dipelorotkan sampai ke pahaku.
“Nin kamu pengin lihat
punyaku nggak?” tanya Mas Risky. Aku diam saja, rasanya takut dan malu sekali.
Tapi Mas Risky langsung membuka sarungnya dan melorotkan celana dalamnya. Aku
kaget juga melihat penis Mas Risky yang tegang tegak berdiri.
Kepalanya ‘mbendol,’
dan aku jadi teringat waktu aku melihat penis kuda waktu aku masih kecil.
Kelihatan urat-uratnya menonjol di kiri-kanan batang penisnya. Tanganku
dituntun Mas Risky untuk memegangnya. Aku segera menggenggamnya dan
memijit-mijitnya.
Aduuh, rasanya
berdebar-debar sekali. Aku betul-betul telah memegang dan menggenggam penis
laki-laki. Aku mengelus-elus kepalanya. Mas Risky menggeliat dan mendesis,
“Aduuh geli… Nin”, katanya. Saat itu kami hanya sampai memegang-megang saja.
Kami belum berani bertindak lebih jauh.
Itupun malam harinya
aku teringat-ingat penis Mas Risky yang tegang dan besar. Apakah nanti muat
kalau masuk ke vaginaku? Dan ini aku ketahui pada malam pengantin kami.
Setelah pesta selesai
dan saudara-saudara telah pulang, baru terasa betul bahwa kami sangat capai dan
mengantuk. Kami berdua masuk kamar pengantin kami. Karena sudah suami-isteri
rasanya justru tidak malah santai dan tidak tergesa-gesa, tidak begitu
menggebu-gebu untuk mulai bercumbu.
Kami ganti pakaian,
aku pakai daster dan Mas Risky pakai sarung dan kaos oblong. Kami berhadapan
dan berciuman dengan mesra, saling meraba dan membelai. Entah siapa yang
memulai, tahu-tahu dasterku telah terlepas, celana dalamku telah lepas pula,
BH-ku telah jatuh. Mas Risky membuka sarung, celana dalam dan kaos oblongnya.
Telanjang bulat
berdua. Mas Risky sudah nafsu sekali. Aku dibaringkannya di kasur. Mas Risky
menciumi seluruh wajah dan badanku dari atas sampai bawah. Tangannya berhenti
di vaginaku, dielus, dibelai dikilik-kiliknya kelentitku. Liangku sudah basah.
Tidak kalah semangat,
penis Mas Risky kugenggam kuat-kuat dan kuelus-elus kepalanya. Mas Risky mulai
menindihku, menciumiku. Ternyata berat juga!
“Sekarang, ya Nin.”
Aku mengangguk. Kakiku aku kangkangkan, tangan Mas Risky memegang penisnya
diarahkan ke vaginaku. Tangannya menuntun tanganku memegang penisnya. “Tolong
dipaskan ke lubangnya Nin”, kata Mas Risky serak.
Aku paskan kepala
penisnya ke lubang vaginaku. Mas Risky menekan, nekan lagi, nekan lagi nggak
masuk-masuk juga. Aku semakin takut, nafsuku justru menurun. Mas Risky membasahi
kepala penisnya dengan ludahnya. Aku paskan lagi ke lubangku. Ditekannya, dan
blees masuk kepalanya. Aku menjerit lirih.
“Sakiit ya Nin. Sakit
yaa”, bisik Mas Risky. Aku mengangguk. Ya Ampun penis Mas Risky baru masuk
sepertiganya. Rasanya perih dan mengganjel sekali di liang vaginaku. Mas Risky
menekan masuk lebih dalam, seret sekali.
Nampaknya ludah Mas Risky
hanya membasahi kepalanya saja, sehingga batangnya tetap kering. Kalau penisnya
digerakkan rasanya sakit. Aku takut sekali. Kalau nanti sakit terus, lalu nanti
gimana? Akhirnya aku menangis. Mas Risky kaget. Dicabutnya penisnya pelan-pelan
dan aku diciuminya, “Aduuh, sakit sekali ya Nin. Sudah-sudah dulu nggak usah
diterusin dulu”, katanya menghiburku.
“Nanti Mas Risky
gimana kalau sakit terus”, bisikku sambil memeluknya.
“Nanti, lama-lama kan
nggak sakit. Sabar saja deh”, hiburnya. Tapi aku yakin Mas Risky pasti kagok
malam itu.
Ceritanya malam
pengantin kami tidak selesai. Mas Risky gagal memerawaniku. Kami tidur karena
memang capai dan mengantuk. Pagi-pagi bangun. Mas Risky berkata “Nin, sarungku
basah. Spermaku keluar sendiri semalam waktu kutidur.”
Nampaknya karena sudah
nafsu sekali, dan persetubuhan kami tidak selesai, spermanya yang sudah siap
muncrat akhirnya keluar sendiri waktu Mas Risky tidur. Kasihan Mas Risky. Pagi
itu setelah mRisky, aku masuk ke kamarku.
Kemaluanku masih agak
panas rasanya. Kulihat lubang vaginaku dengan cermin. Kulihat liangnya masih
tampak rapat, Kelentitnya juga nampak jelas dan agak kebiruan. Kasihan Mas Risky.
Aku berjanji malam nanti harus dapat diselesaikan.
Malamnya kami masuk
kamar tidur sekitar pukul 21.00. Mas Risky langsung memeluk dan menciumku. Aku
sudah siap-siap, sehingga tidak pakai celana dalam dan BH.
“Mas, ayo kita
selesaikan Mas!” kataku. Mas Risky juga hanya pakai sarung saja. Dilepasnya
sarungnya, dan dasterku disingkapkan ke atas sampai ke leherku, sehingga buah
dadaku juga terbuka. Mas Risky sudah akan naik di atasku.
“Mas.. penisnya
dibasahi sampai kuyup semua yaa. Sampai belakang ke pangkalnya, biar licin”,
kataku. Mas Risky diam saja, terus meludahi telapak tangannya dan dioleskan ke
penisnya. Benar juga, penisnya relatif mudah masuk walaupun terasa mengganjel
banget. Akhirnya masuk semuanya. Mas Risky mulai turun naik. Aku mulai
menikmatinya.
Makin basah, makin
licin, dan makin nikmat, makin nikmat, makin nikmat. Mas Risky juga makin
bersemangat mengocokku. Dia merangkulku, menciumiku. Penisnya terasa
keluar-masuk vaginaku yang sudah semakin licin. Benar-benar penis itu rasanya
nikmat sekali. Otot vaginaku makin berkontraksi menjepit keras penis Mas Risky.
Mas Risky makin cepat
mencoblos vaginaku, dan akhirnya dia menekan penisnya masuk dalam-dalam sampai
habis ke pangkalnya. Mas Risky. Memang haknya dia. Aku bahagia sekali, Mas Risky
sudah bisa muncrat spermanya di vaginaku. Malam itu aku belum benar-benar
merasakan nikmatnya bersetubuh. Tapi aku sudah punya keyakinan vaginaku sudah
tidak akan sakit lagi.
Setelah malam itu,
kami hampir setiap malam bersetubuh. Aku sudah bisa merasakan orgasme beberapa
kali sampai lemas. Aku tidak malu-malu lagi untuk bergerak, menggeliat,
mencengkeram, melenguh, merintih menikmati coblosan suamiku.
Mas Risky juga
mengajariku beberapa variasi dalam berhubungan seks. Tetapi sampai saat ini Mas
Risky tidak mau aku mengulum penisnya. Katanya penis itu tempatnya di vagina
bukan di mulut. Dia kasihan kalau aku harus mengemot dan mengulum penisnya.
Rasanya dia kayak orang yang sewenang-wenang sama istrinya.
Demikian juga aku juga
tidak tega kalau suamiku sampai mengulum dan menjilati vagina dan clitorisku.
Memang betul Mas Risky, vagina itu rumah penis, kalau lidah ya di mulut.
Kehidupan seksual
dengan suamiku baik-baik saja, sampai aku hamil. Pada saat hamil kami tetap
bersetubuh dengan teratur, walaupun dengan berhati-hati. Bahkan malam sebelum
anakku lahir, kami masih bersetubuh. Kata Mas Risky setelah hamil tua, vaginaku
menjadi semakin lebar dan licin, tetapi nikmat juga.
Aku juga tetap merasa
nikmat. Aku melahirkan bayi laki-laki yang cakep banget dan sehat. Kata Mas Risky
anak ini pasti sehat karena setiap malam “disepuh” atau dilumuri sperma ayahnya
waktu di dalam kandungan. Terang saja, sampai hamil besarpun kami tetap
bersetubuh minimal dua kali seminggu.
Satu bulan lebih
setelah melahirkan, Mas Risky sudah nggak tahan lagi. Tiap malam penisnya
tegang banget. Walaupun kupijit dan kukocok, tetapi spermanya bandel nggak mau
keluar-keluar juga. Lama-lama aku kasihan juga sama Mas Risky. Nampaknya
persediaan spermanya sudah penuh dan pengin muncrat keluar.
“Mas.. sekarang boleh
dicoba yaa. Tapi pelan-pelan lho”, ajakku suatu malam setelah aku mengocok
penisnya.
“Sudah berani Nin..
sudah sembuh.” Aku mengangguk. Dasterku kusingkapkan ke atas. Buah dadaku yang
besar karena sedang menyusui, kelihatan putih menggunung. Mas Risky membuka
celana dalamku. Buah dadaku diciuminya dan mengenyot pentilku pelan-pelan.
“Mas…. jangan
kuat-kuat nanti air susunya keluar lho”,
“Habis gede banget dan
putih Nin. Aku gemes banget.”
Kakiku aku
kangkangkan, dan Mas Risky mulai naik ke atas tubuhku. vaginaku siap dicoblos.
Pelan-pelan kepala penisnya menempel ke lubangku, ditekan pelan, masuk, masuk
dan akhirnya masuk semuanya. Kami langsung menikmatinya.
Karena sudah satu
bulan lebih tidak masuk ke vaginaku, waah Mas Risky langsung ngotot deh, nafsu
banget. “Mas.. alon-alon lho.
Kok langsung ngotot
siih.” “Nin.. aku pengin banget. Begitu masuk pelirku langsung nikmat banget.
Aku pasti cepat keluar niih. Nggak apa-apa ya Nin. Aduuh nikmat banget Nin”,
katanya dengan terus mengocokku.
“Kalau sudah mau
keluar langsung dicrootkan saja lho Mas. Nggak usah ditahan-tahan. Aku juga
sudah nikmat kok. Dicrotkan di luar saja lo Mas”, kataku sambil mengelus
punggungnya. Mas Risky tidak menjawab, hanya terus menyetubuhiku dengan penuh
semangat.
“Nin aku mau keluar…
mau keluaar. Aduuh keluar.. Nin.” Mas Risky cepat mencabut penisnya. Cepat
kusambar dan kugenggam kuat-kuat. Spermanya muncrat-muncrat di atas perutku.
Mas Risky langsung lemas dan terguling di sampingku. Aku membersihkan penis Mas
Risky dan sperma yang berantakan di atas perutku.
“Enaak Mas..” bisikku
sambil tersenyum.
“Aduuh nikmat banget
Nin. Sudah ngampet sebulan. Sayang 10 menit sudah keluar yaa… Kamu sudah puas
belum Nin”, katanya sambil memandangku.
“Nggak apa-apa Mas.
Ini kan percobaan. Nanti dipuas-puasin deeh. Tadi aku agak takut juga. Habis
Mas langsung ngotot saja. Tapi ternyata lama-lama nikmat juga. Besok lagi ya
Mas.” Kami tertawa, berciuman lagi. Mesra. Aku bahagia sekali.
Mungkin bagi sebagian
pembaca menganggap hubungan suami-istri seperti kisahku ini adalah hal yang
sudah semestinya. Sehingga sensasinya tidak begitu mencekam lagi, karena itu
sudah hal yang biasa dan wajib dilakukan oleh sepasang suami istri.
Dan kami memang selama
ini berhubungan badan secara normal-normal saja. Konvensional dan tidak pernah
aneh-aneh. Paling-paling Mas Risky masuk lewat belakang dengan berbaring miring
atau aku menungging.
Aku juga tidak senang
berada di atas, karena aku malah capai dan masuknya terlalu dalam. Aku lebih
senang di bawah saja. Aku paling senang kalau kakiku kubuka lebar-lebar, dan
Mas Risky mencoblos vaginaku (vulva, red) dengan diputar-putar disenggolkan
klitorisku dan dinding kemaluanku. Tetapi kalau sudah mau keluar Mas Risky
minta kakiku dirapatkan.
Aku kadang-kadang juga
capai mengangkangkan kakiku karena Mas Risky tidak keluar-keluar spermanya.
Biasanya kakiku kurapatkan dan Mas Risky pasti langsung tambah semangat.
Katanya kalau kakiku dirapatkan vaginaku akan menonjol ke atas dan rasanya
pelir (penis, red) Mas Risky masuk dalam banget, dan buah zakarnya menempel di
pangkal pahaku.
Katanya kalau sudah
nikmat sekali rasanya yang masuk tidak hanya penis Mas Risky saja, tetapi
seluruh badan dan jiwanya masuk ke vaginaku. Luar biasa. Tidak berapa lama
kalau sudah begitu Mas Risky tidak tahan lagi dan langsung menyemprotkan
spermanya dan langsung lemas.
Kami juga punya banyak
koleksi film-film biru. Tetapi lama-kelamaan aku jadi biasa dan tidak begitu
bersemangat untuk nonton. Biasanya Mas Risky menonton di kamar tidur kami,
sambil tiduran di sampingku. Kalau ada pemain yang penisnya besar dan panjang,
biasanya Mas Risky memberi tahuku.
Dan memang kulihat ada
yang besar sekali dan panjang sampai tidak kuat berdiri tegak, tetapi
menggelantung di antara pahanya. “Nin kalau lihat penis segede itu kamu pengin
ngrasain nggak Nin. Aku jadi minder lho kalau lihat yag segede itu”, kata Mas Risky.
“Nggak, aku nggak
pengin. Aku sudah puas dan cape melayanimu, Mas. Jangan kawatir deh. Aku sudah
puas sama yang ini”, kataku sambil meremas penis Mas Risky. Sungguh aku tidak
kepingin dimasuki penis yang segede itu.
Paling-paling malah
sakit kegedean. Menurutku punya Mas Risky sudah cukup besar dan panjang. Kami
pernah mengukur, panjangnya 15 cm. Kalau diameternya aku belum pernah mengukur.
Tetapi jelas bagiku penis Mas Risky memuaskan vaginaku. Kepalanya licin,
mengkilat dan agak lancip. Kepalanya dulu agak kemerahan, tetapi makin lama kok
makin gelap warnanya, agak kehitam-hitaman.
Aku senang sekali
mengelus-elus kepala penis itu dan biasanya Mas Risky mendesis-desis kegelian.
Kalau sudah kepingin sekali dari lubangnya keluar sedikit cairan yang bening
dan agak lengket. Menurut pengalamanku selama ini aku tidak mempedulikan besar
kecilnya penis Mas Risky. Yang penting kami bersetubuh dengan penuh nafsu.
Sehingga apapun
gerakan penisnya Mas Risky akan terasa nikmat sekali di vaginaku. Yang penting
penis harus tegang dan masuk sampai habis mepet ke vaginaku. Aduh kalau sudah
begitu aku marem banget deh. Kalau sudah mau keluar Mas Risky akan mengocok
semakin cepat dan kasar. Aku mengimbanginya dengan merangkul dan mengantolkan
kakiku di pantatnya Mas Risky.
Dulu waktu sebelum
punya anak, kalau sudah mau ejakulasi penisnya dibenamkan dalam-dalam ke
vaginaku. Tetapi sekarang karena harus mengatur kelahiran, kalau mau keluar,
cepat-cepat penisnya dicabut dari vaginaku, cepat kupegang dan dikocok-kocok
sedikit dan spermanya langsung muncrat di atas perutku dan dadaku.
Pernah juga menyemprot
ke mukaku, karena penisnya waktu itu menghadap ke atas. Akhirnya kami sepakat
kalau keluar penisnya tidak usah kupegang, tetapi langsung ditekankan di
pangkal pahaku di samping vaginaku. Mas Risky boleh menekan kuat-kuat di
lipatan pangkal pahaku itu, karena aku tidak sakit. Tetapi kalau ditekankan di
atas vaginaku, rasanya sakit tertekan
penisnya yang keras kayak kayu itu.
penisnya yang keras kayak kayu itu.
Akhirnya spermanya
menyemprot di pangkal pahaku, membasahi rambut kemaluanku, dan kadang-kadang
menyemprot jauh ke atas sprei. Kata Mas Risky kalau ejakulasi penisnya harus
tertekan. Kalau penisnya tertekan, ototnya akan berkontraksi waktu mau
ejakulasi.
Katanya rasanya luar
biasa. Pernah dicoba waktu ejakulasi dibiarkan saja, kata Mas Risky, spermanya
hanya menyemprot saja tidak disertai kenikmatan seperti dipegang dan dikocok.
Tahu-tahu cuma lemas doang. Kalau dikeluarkan di dalam vaginaku, yang membuat
nikmat karena dibenamkan dalam-dalam, sampai bulu kemaluan kami menyatu.
Kadang-kadang aku merindukan untuk di** sperma Mas Risky.
Aku kangen dengan
sperma Mas Risky yang membuat lubangku basah dan licin. Aduh rasanya marem
banget deh. Sekarang kami bisa begitu hanya pada waktu sehabis mens saja.
Begitu paginya selesai mens, malamnya aku pasti minta, “Mas, ayo aku dipejuhi.”
Kami juga pernah pakai
kondom. Tetapi kami tidak merasa nyaman. Rasanya lubangku hanya kemasukan benda
mati saja. Demikian juga Mas Risky, katanya dia merasa tidak alami. Dia bisa
ejakulasi karena selalu ditekankan dalam-dalam.
Kenikmatan kepala
penisnya jadi hilang. Biasanya lama sekali, sampai capai, spermanya tidak
keluar-keluar. Sekarang kami tidak pernah pakai lagi. Mas Risky juga kreatif
dalam berhubungan seks. Kami biasa main di kursi tamu, di dapur, di kamar mRisky
dan bahkan di depan jendela yang terbuka di lantai dua. Kalau di kursi, aku
duduk bersandar di kursi dan membuka kakiku lebar-lebar.
Mas Risky memasukkan
penisnya dari depan dan tangannya bertahan pada sandaran kursi. Aku senang
dengan posisi ini, karena aku tidak ditindih oleh Mas Risky yang beratnya 69
kg. Penisnya juga bisa masuk dalam sekali.
Pernah juga kami main di dapur. Mula-mula Mas Risky merangkul dari belakang mempermainkan buah dadaku waktu aku sedang membuat teh. Kami jadi nafsu sekali, dan aku duduk di meja dapur. Mas Risky memasukkan dari depan sambil berdiri.
Kami dapat melihat
penis Mas Risky keluar masuk vaginaku. Atau aku membelakangi berpegangan meja
dapur. Mas Risky masuk melalui belakang. Aku tidak begitu suka dengan posisi
ini, karena penisnya akan masuk terlalu dalam.
Kalau sudah selesai,
kami harus mengepel lantai, karena spermanya muncrat-muncrat di lantai dapur.
Kalau di depan jendela (di lantai 2), mula-mula kami hanya main-main bersenda
gurau. Sampai saling memegang dan meraba. Akhirnya kami jadi nafsu banget. Aku
dicoblos dari belakang, dan aku berpegangan pada jendela. Enak juga lho.
Kalau di kamar mRisky
sih sering sekali. Tetapi aku pasti kebagian untuk memegang dan mengocok penis
Mas Risky kalau sudah mau keluar. Setelah itu kami saling mencuci. Penisnya
bagianku dan vaginaku bagian Mas Risky. Asyik juga lho.
Mas Risky-ku ini
memang kreatif. Pagi-pagi kami berdua saja. Anak kami sedang berada di rumah
neneknya. Mas Risky sudah siap mau berangkat. Dia mendadak menciumku. Kok tumben
batinku. Ciumannya agak lama.
Akhirnya kami kepingin
banget. Mas Risky membuka lagi pakaiannya yang sudah rapi. Kami bersetubuh
cukup lama. Bebas betul. Tidak ada orang lain. Kami saling menggeram dan
merintih. Setelah selesai kami mRisky bareng.
Pernah juga Mas Risky
sekitar pukul 09.00 sudah pulang. Kupikir akan mengambil sesuatu. Tetapi
tahu-tahu dia berkata “Nin aku pengin banget. Makanya aku pulang Ayo dong Nin.”
Aku melongo dan akhirnya tertawa.
Oh ala Mas.. Mas, kok
kebangeten teman sih. Aku layani Mas Risky pagi itu sampai puas. Kami beberapa
kali mengulanginya lagi. Kadang-kadang aku mengharapkan Mas Risky pulang hanya
untuk menyetubuhiku. Asyik juga lho. silakan coba deh.
Dalam hal seks
sebenarnya aku sudah puas sekali dipenuhi oleh Mas Risky. Aku punya keponakan,
yaitu anak dari kakaknya Mas Risky yang tinggal dalam satu komplek dengan kami.
Keponakan kami itu masih kuliah.
Suatu hari Mas Risky
sedang tidak ada di rumah karena ada tugas ke luar kota selama seminggu dan
anakku juga sedang ada di rumah neneknya. Kira-kira pukul 19.00 keponakan Mas Risky
itu, Daniel namanya, datang ke rumahku. Aku agak nggak enak juga, malam-malam
aku sedang sendirian kok dia datang ke rumahku.
Nampaknya Daniel tahu
bahwa aku sedang sendirian. Mula-mula dia bilang mau cari obat flu, tetapi
setelah kuberi, dia tidak segera pulang juga. Pembaca harap ketahui bahwa
keluarga Mas Risky itu orangnya memang cakep-cakep.
Yang perempuan
cantik-cantik. Daniel ini tidak kalah dengan Mas Risky. Orangnya tinggi
semampai dan kuning. Wajahnya tidak ganteng tetapi cantik seperti wanita.
Orangnya nampak lebih romantis daripada Mas Risky. Kami duduk di ruang tamu.
Aku pamit ke dapur
untuk membuat minum, Aku sedang menyeduh teh, ketika Daniel tiba-tiba sudah di
belakangku. Sebelum kusadar apa yang terjadi, Daniel sudah mendekapku dari
belakang.
“Daniel, jangan..
jangan, nggak boleh..” kataku sambil berusaha melepaskan diri.
“Mbaak.. Mbaak Nina”,
bisiknya sambil menciumi leherku dan telingaku.
“Mbaak aku kangen
banget sama Mbaak. Kasihanilah aku Mbaak. Aku kangen banget”, bisiknya sambil
terus mendekapku erat-erat.
“Ingat Daniel aku
tantemu lhoo. istri Oommu .. ini nggak boleh..” kataku sambil meronta-ronta.
“Aduhh. Mbaak jangan
marah yaa. Aku nggak kuaat”, bisiknya penuh nafsu.
Tangannya meremas buah
dadaku, menciumi leher dan belakang telingaku. Tangan kirinya merangkulku dan
tangan kanannya tahu-tahu sudah meraba vaginaku. Aduh, gilaa, malah bangkit
nafsuku. Kalau tadi aku meronta, sekarang aku malah diam, pasrah, menikmati
remasan di vaginaku. Aku dibaliknya menjadi berhadapan, aku didekapnya, dan
diciumi wajahku.
Dan akhirnya bibirku
dikemotnya habis-habisan. Lidahnya masuk ke mulutku, dan aku tidak terasa lagi
lidahku juga masuk ke mulutnya. Daniel ini menurutku saat itu agak kasar tetapi
benar-benar romantis, aku benar-benar terhanyut.
Sensasinya luar biasa.
Mungkin orang diperkosa itu kalau situasinya memungkinkan malah menjadi nikmat
untuk dinikmati. Aku membalas pelukannya, membalas ciumannya. Kami semakin
liar. Tangan Daniel menyingkap dasterku dan merogoh ke dalam celana dalamku.
vaginaku didekapnya dan dipijat-pijatnya, diremasnya, dimainkannya jarinya di
belahan vaginaku dan menyentuh clitorisku.
Kami tetap berdiri,
aku didorongnya mepet menyandar ke tembok. Celana dalamku dipelorotkan di
pahaku, sementara dia membuka celana dan memelorotkan celana dalamnya. Penisnya
sudah tegang banget mencuat ke atas. Tangan kananku dibimbingnya untuk
memegangnya. Aduuh besar sekali, lebih besar daripada punya Mas Risky.
Secara reflek penisnya
kupijat dan meremas-remas dengan gemas. Daniel semakin menekan penisnya ke
vaginaku. Aku paskan di lubangku, dan akhirnya masuk, masuk semuanya ke dalam
vaginaku. Daniel dengan sangat bernafsu mengocok penisnya keluar masuk.
Benar-benar kasar
gerakannya, tetapi gila aku sungguh menikmatinya. Penisnya terasa mengganjal
dan nikmat banget. Aku pegang bokongnya dan kutekan-tekankan mepet ke pangkal
pahaku, agar mencoblos lebih dalam lagi.
“Mbaak aku nggaakkk
taahaan lagiii…” keluhnya.
“Di luar saja, di luar
saja yaa…” bisikku dengan nafas memburu.
“Oooh… Mbaakkk..”,
cepat kudorong pinggulnya ke belakang, sehingga penisnya terlepas dari
vaginaku. Tangan Daniel segera menggenggam penisnya dan spermanya muncrat
mengenai perut, dasterku dan sebagian tumpah di lantai dapur.
Kami berpelukan lagi
sambil mengatur napas kami. Ya ampun, aku disetubuhi Daniel dengan berdiri,
dipepetkan ke tembok. Gila, aku malah menikmatinya, aku orgasme, walaupun hanya
dilakukan tidak lebih dari 10 menit saja.
Setelah selesai aku
dan Daniel cepat-cepat membersihkan diri si kamar mRisky. Setelah itu kami
duduk berdua di sofa. Sambil berpelukan.
“Daniel, aku masih
deg-degan dan gemeteran lho..”, kataku.
“Aku sayang sama Mbak
Nina”, kata Daniel.
“Kamu luar biasa deh
Den. Your “little one” keras banget. Nggak little kok tapi BIG”, kataku sambil
tersenyum.
Daniel juga tersenyum,
sambil membelai rambutku.
“Punyaku longgar ya
Den? Mas Risky suka bilang gitu. Khan udah buat lewat Andy anakku”, tanyaku.
“Enggak kok Mbak,
punya Mbak Nina masih oke banget, pasti Oom Risky cuma bercanda”, kata Daniel.
Kami berdua tersenyum dan mempererat pelukan kami.
Kami berdua tersenyum dan mempererat pelukan kami.
Setelah Daniel pulang
aku jadi ketakutan setengah mati. Jangan-jangan ada orang yang tahu. Aduh bisa
geger komplek ini. Malam itu aku langsung mRisky keramas. Setelah mRisky,
sambil menonton TV di kamarku aku berpikir macam-macam.
Aku telah selingkuh,
apa aku ini diperkosa. Diperkosa? Aku justru menikmatinya. Daniel itu kurang
ajar dan kasar. Tapi penisnya gede banget dan nikmat banget. Mengapa Daniel
kurang ajar kepadaku? Dan pasti dia sudah menaksirku sejak lama. Kalau nafsunya
naik ke kepala, mengapa dilampiaskan kepadaku? Tetapi mengapa aku juga
menikmatinya? Aku ketiduran sampai pagi.
Perselingkuhanku
dengan Daniel berulang beberapa kali, selalu saat Mas Risky ke luar kota. Kami
melakukan di kamar tidurku atau di sofa ruang tamuku. Aku seperti punya
simpanan laki-laki, dan aku benar-benar menikmati persetubuhan colongan itu.
Karena dilakukan
dengan takut-takut ketahuan orang, akhirnya selalu terburu-buru, tetapi
sensasinya luar biasa. Memabokkan, dan membuatku kecanduan. Hubunganku dengan Daniel
berakhir, setelah dia selesai kuliahnya dan mendapat pekerjaan di kota lain.
Sebelum dia pergi, aku sengaja menghindar untuk tidak menemuinya.
Waktu dia pamit ke
rumahku, aku pergi lewat pintu belakang pura-pura tidak tahu. Dia ditemui Mas Risky
saja. Aku akan melupakannya. Harus melupakannya. Aku wajib menjaga keutuhan
rumah tanggaku yang telah aku bina bertahun-tahun. Akhirnya aku melupakannya. Sekarang
hanya penis Mas Risky yang memasuki vaginaku.
Post a Comment